Sabtu, 04 Juni 2011

farmakologi

KONSEP FARMAKOLOGI SECARA UMUM


I. Farmakologi bersaral dari kata pharmacon (obat) dan logos (ilmu pengetahuan). Farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada system biologis.
Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari tentang bagian-bagian tanaman atau hewan yang dapat digunakan sebagai obat.
Farmasi (English: pharmacy, Latin: pharmacon) adalah bidang profesional kesehatan yang merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang mempunyai tanggung-jawab memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Profesional bidang farmasis disebut farmasis atau apoteker.
Farmakologi Klinik adalah ilmu farmakologi yang mempelajari pengaruh kondisi klinis pasien terhadap efikasi obat, misalkan kondisi hamil dan menyusui, neonates dan anak, geriatric, inefisiensi ginjal dan hepar.
Farmakologi Terapi atau sering disebut farmakoterapi adalah ilmu yang mempelajari pemanfaatan obat untuk tujuan terapi.
Toksikologi adalah pemahaman mengenai pengaruh-pengaruh bahan kimia
yang merugikan bagi organisme hidup.

II. Konsep Dasar Farmakodinamika
Farmakodinamika mempelajari efek obat dalam tubuh atau jaringan hidup atau memelajari pengeruh obat terhadap fisiologi tubuh.
1. Mekanisme Obat
Efek obat terjadi karena interaksi fisiko-kimiawi antara obat atau metabolit aktif dengan reseptor atau bagian tertentu dalam tubuh. Obat bekerja melalui mekanisme sbb:
a. Interaksi obat-reseptor
Obat+Reseptor memberikan efek farmakologi, disebut agonis. Contoh: agonis reseptor kolinergik/muskarinik a.l. carbakol, arecolin, methakolin, pilokarpin. Obat+Reseptor menghalangi obat lain memberikan efek farmakologi, disebut antagonis. Contoh: antagonis reseptor kolinergik a.l. atropine, ipatropium, skopolamin.
b. Interaksi obat-enzim
Contoh: obat penghambat enzim asetil kolin esterase (ACE) sehingga memberikan efek kolinergik a.l. neostigmin, parathion.
c. Kerja non-spesifik (tanpa ikatan dengan reseptor atau enzim)
Contoh: Na-bikarbonas (merubah pH cairan tubuh), alcohol (denaturasi protein), norit (mengikat racun atau bakteri)
2. Reseptor Obat
Reseptor dapat berupa protein, asam nukleat, enzim, karbohidrat atau lemak yang merupakan bagian dari sel, ribosom, atau bagian lain. Semakin banyak obat yang menduduki reseptor, berbanding lurus dengan kadar obat dalam plasma. Reseptor yang umumnya dikenal a.l. reseptor kolinergik/muskarinik, reseptor alfa-adrenergik (alfa-1 & alfa-2), reseptor beta-adrenergik (beta-1 & beta-2).
3. Transmisi Sinyal Obat
Interaksi obat dengan reseptor mengasilkan bisa menghasilkan efek agonis, agonis parsial, antagonis kompetitif dan antagonis non-kompetitif.
4. Interaksi Obat-Reseptor
Interaksi obat-reseptor sering dianalogikan sebagai GEMBOK-KUNCI. Obat adalah Kunci, Reseptor adalah Gembok. Kecocokan obat dengan reseptor tertentu tergantung pada struktur molekulnya.
5. Kerja Obat yang Tidak Diperantarai Reseptor disebut juga Kerja Non Spesifik.
Parameter-parameter Farmakologi.

III. Farmakokinetik
Farmakokinetika merupakan aspek farmakologi yang mencakup nasib obat dalam tubuh yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya (ADME). Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umunya mengalami absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat diekskresi dari dalam tubuh. Seluruh proses ini disebut dengan proses farmakokinetika dan berjalan serentak seperti yang terlihat pada gambar 1.1 dibawah ini.


1). Absorpsi dan Bioavailabilitas
Kedua istilah tersebut tidak sama artinya. Absorpsi, yang merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses tersebut. Kelengkapan dinyatakan dalam persen dari jumlah obat yang diberikan. Tetapi secara klinik, yang lebih penting ialah bioavailabilitas. Istilah ini menyatakan jumlah obat, dalam persen terhadap dosis, yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif. Ini terjadi karena untuk obat-obat tertentu, tidak semua yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sestemik. Sebagaian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding ususpada pemberian oral dan/atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ-organ tersebut. Metabolisme ini disebut metabolisme atau eliminasi lintas pertama (first pass metabolism or elimination) atau eliminasi prasistemik. Obat demikian mempunyai bioavailabilitas oral yang tidak begitu tinggi meskipun absorpsi oralnya mungkin hampir sempurna. Jadi istilah bioavailabilitas menggambarkan kecepatan dan kelengkapan absorpsi sekaligus metabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik.Eliminasi lintas pertama ini dapat dihindari atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral (misalnya lidokain), sublingual (misalnya nitrogliserin), rektal, atau memberikannya bersama makanan.

2) Distribusi
Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak. Distribusi ini baru mencapai keseimbangan setelah waktu yang lebih lama. Difusi ke ruang interstisial jaringan terjadi karena celah antarsel endotel kapiler mampu melewatkan semua molekul obat bebas, kecuali di otak. Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membran sel dan terdistribusi ke dalam otak, sedangkan obat yang tidak larut dalam lemak akan sulit menembus membran sel sehingga distribusinya terbatas terurama di cairan ekstrasel. Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma, hanya obat bebas yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan. Derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar obat, dan kadar proteinnya sendiri. Pengikatan obat oleh protein akan berkurang pada malnutrisi berat karena adanya defisiensi protein.

3) Biotransformasi / Metabolisme
Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar, artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi, ada obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau tidak toksik. Ada obat yang merupakan calon obat (prodrug) justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini. Metabolit aktif akan mengalami biotransformasi lebih lanjut dan/atau diekskresi sehingga kerjanya berakhir.Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya dalam sel, yakni enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus (yang pada isolasi in vitro membentuk mikrosom), dan enzim non-mikrosom. Kedua macam enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel jaringan lain misalnya ginjal, paru, epitel, saluran cerna, dan plasma.

4) Ekskresi
Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting. Ekskresi disini merupakan resultante dari 3 preoses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal. Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal sehingga dosis perlu diturunkan atau intercal pemberian diperpanjang. Bersihan kreatinin dapat dijadikan patokan dalam menyesuaikan dosisatau interval pemberian obat. Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu, dan rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat. Liur dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat tertentu. Rambut pun dapat digunakan untuk menemukan logam toksik, misalnya arsen, pada kedokteran forensik.

Macam-macam Bentuk Obat dan Tujuan Penggunaannya
 Pulvis (Serbuk)
Merupakan campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian luar.
 Pulveres
Merupakan serbuk yang dibagi dalam bobot yang lebih kurang sama, dibungkus menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum
 Tablet (Compressi)
Merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler kedua permukaan rata atau cembung mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan.
a. Tablet Kempa Æ paling banyak digunakan, ukuran dapat bervariasi, bentuk serta penandaannya tergantung design cetakan
b. Tablet Cetak Æ dibuat dengan memberikan tekanan rendah pada massa lembab dalam lubang cetakan.
c. Tablet Trikurat Æ tablet kempa atau cetak bentuk kecil umumnya silindris. Sudah jarang ditemukan
d. Tablet Hipodermik Æ dibuat dari bahan yang mudah larut ataumelarut sempurna dalam air. Dulu untuk membuat sediaan injeksi hipodermik, sekarang diberikan secara oral.
e. Tablet Sublingual Æ dikehendaki efek cepat (tidak lewat hati). Digunakan dengan meletakkan tablet di bawah lidah.
f. Tablet Bukal Æ digunakan dengan meletakkan di antara pipi dan gusi.
g. Tablet Efervescen Æ tablet larut dalam air. Harus dikemas dalam wadah tertutup rapat atau kemasan tahan lembab. Pada etiket tertulis “tidak untuk langsung ditelan”.
h. Tablet Kunyah Æ cara penggunaannya dikunyah. Meninggalkan sisa rasa enak di rongga mulut, mudah ditelan, tidak meninggalkan rasa pahit, atau tidak enak.
 Pilulae (PIL)
Merupakan bentuk sediaan padat bundar dan kecil mengandung bahan obat dan dimaksudkan untuk pemakaian oral. Saat ini sudah jarang ditemukan karena tergusur tablet dan kapsul. Masih banyak ditemukan pada seduhan jamu.
 Kapsulae (Kapsul)
Merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Keuntungan/tujuan sediaan kapsul yaitu:
- Menutupi bau dan rasa yang tidak enak
- Menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari
- Lebih enak dipandang
- Dapat untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara fisis (income fisis), dengan pemisahan antara lain menggunakan kapsul lain yang lebih kecil kemudian dimasukkan bersama serbuk lain ke dalam kapsul yang lebih besar.
- Mudah ditelan.
 Solutiones (Larutan)
Merupakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaannya, tidak dimasukkan dalam golongan produk lainnya (Ansel). Dapat juga dikatakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang larut, misalnya terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur. Cara penggunaannya yaitu larutan oral (diminum) dan larutan topikal (kulit).
 Suspensi
Merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut terdispersi dalam fase cair. Macam suspensi antara lain: suspensi oral(juga termasuk susu/magma), suspensi topikal (penggunaan pada kulit), suspensi tetes telinga (telinga bagian luar), suspensi optalmik, suspensi sirup kering.
 Emulsi
Merupakan sediaan berupa campuran dari dua fase cairan dalam sistem dispersi, fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya distabilkan oleh zat pengemulsi.
 Galenik
Merupakan sediaan yang dibuat dari bahan baku yang berasal dari hewan atau tumbuhan yang disari.
 Extractum
Merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang ditetapkan.
 Infusa
Merupakan sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 900 C selama 15 menit.
 Immunosera (Imunoserum)
Merupakan sediaan yang mengandung Imunoglobin khas yang diperoleh dari serum hewan dengan pemurnian. Berkhasiat menetralkan toksin kuman (bisa ular) dan mengikat kuman/virus/antigen.
 Unguenta (Salep)
Merupakan sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Dapat juga dikatakan sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok.
 Suppositoria
Merupakan sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra, umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh. Tujuan pengobatan yaitu:
 Penggunaan lokal Æ memudahkan defekasi serta mengobati gatal, iritasi, dan inflamasi karena hemoroid.
 Penggunaan sistemik Æ aminofilin dan teofilin untuk asma, chlorprozamin untuk anti muntah, chloral hydrat untuk sedatif dan hipnotif, aspirin untuk analgenik antipiretik.
 Guttae (Obat Tetes)
Merupakan sediaan cairan berupa larutan, emulsi, atau suspensi, dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes beku yang disebutkan Farmacope Indonesia. Sediaan obat tetes dapat berupa antara lain: Guttae (obat dalam), Guttae Oris (tets mulut), Guttae Auriculares (tetes telinga), Guttae Nasales (tetes hidung), Guttae Ophtalmicae (tetes mata).
 Injectiones (Injeksi)
Merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Tujuannya yaitu kerja obat cepat serta dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat menerima pengobatan melalui mulut.

halaman 2 istilah penting dalam farmakologi

Istilah yang akan saya bahas adalah tentang Farmakognosi dalam Farmakologi.

Farmakognosi sendiri sebenarnya adalah cabang ilmu Farmakologi yang mempelajari sifat-sifat tumbuhan dan bahan lain yang merupakan sumber obat. Cabang ilmu ini tidak lagi dipelajari di Fakultas Kedokteran, tetapi merupakan salah satu mata pelajaran penting di Fakultas Farmasi. Seiring perkembangan waktu cabang Ilmu Farmakognosi ini kini memiliki peranan penting dalam perkembangan dunia Farmasi maupun Ilmu Farmakologi di Tanah Air

konsep farmakologi

KONSEP FARMAKOLOGI SECARA UMUM


I. Farmakologi bersaral dari kata pharmacon (obat) dan logos (ilmu pengetahuan). Farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada system biologis.
Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari tentang bagian-bagian tanaman atau hewan yang dapat digunakan sebagai obat.
Farmasi (English: pharmacy, Latin: pharmacon) adalah bidang profesional kesehatan yang merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang mempunyai tanggung-jawab memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Profesional bidang farmasis disebut farmasis atau apoteker.
Farmakologi Klinik adalah ilmu farmakologi yang mempelajari pengaruh kondisi klinis pasien terhadap efikasi obat, misalkan kondisi hamil dan menyusui, neonates dan anak, geriatric, inefisiensi ginjal dan hepar.
Farmakologi Terapi atau sering disebut farmakoterapi adalah ilmu yang mempelajari pemanfaatan obat untuk tujuan terapi.
Toksikologi adalah pemahaman mengenai pengaruh-pengaruh bahan kimia
yang merugikan bagi organisme hidup.

II. Konsep Dasar Farmakodinamika
Farmakodinamika mempelajari efek obat dalam tubuh atau jaringan hidup atau memelajari pengeruh obat terhadap fisiologi tubuh.
1. Mekanisme Obat
Efek obat terjadi karena interaksi fisiko-kimiawi antara obat atau metabolit aktif dengan reseptor atau bagian tertentu dalam tubuh. Obat bekerja melalui mekanisme sbb:
a. Interaksi obat-reseptor
Obat+Reseptor memberikan efek farmakologi, disebut agonis. Contoh: agonis reseptor kolinergik/muskarinik a.l. carbakol, arecolin, methakolin, pilokarpin. Obat+Reseptor menghalangi obat lain memberikan efek farmakologi, disebut antagonis. Contoh: antagonis reseptor kolinergik a.l. atropine, ipatropium, skopolamin.
b. Interaksi obat-enzim
Contoh: obat penghambat enzim asetil kolin esterase (ACE) sehingga memberikan efek kolinergik a.l. neostigmin, parathion.
c. Kerja non-spesifik (tanpa ikatan dengan reseptor atau enzim)
Contoh: Na-bikarbonas (merubah pH cairan tubuh), alcohol (denaturasi protein), norit (mengikat racun atau bakteri)
2. Reseptor Obat
Reseptor dapat berupa protein, asam nukleat, enzim, karbohidrat atau lemak yang merupakan bagian dari sel, ribosom, atau bagian lain. Semakin banyak obat yang menduduki reseptor, berbanding lurus dengan kadar obat dalam plasma. Reseptor yang umumnya dikenal a.l. reseptor kolinergik/muskarinik, reseptor alfa-adrenergik (alfa-1 & alfa-2), reseptor beta-adrenergik (beta-1 & beta-2).
3. Transmisi Sinyal Obat
Interaksi obat dengan reseptor mengasilkan bisa menghasilkan efek agonis, agonis parsial, antagonis kompetitif dan antagonis non-kompetitif.
4. Interaksi Obat-Reseptor
Interaksi obat-reseptor sering dianalogikan sebagai GEMBOK-KUNCI. Obat adalah Kunci, Reseptor adalah Gembok. Kecocokan obat dengan reseptor tertentu tergantung pada struktur molekulnya.
5. Kerja Obat yang Tidak Diperantarai Reseptor disebut juga Kerja Non Spesifik.
Parameter-parameter Farmakologi.

III. Farmakokinetik
Farmakokinetika merupakan aspek farmakologi yang mencakup nasib obat dalam tubuh yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya (ADME). Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umunya mengalami absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat diekskresi dari dalam tubuh. Seluruh proses ini disebut dengan proses farmakokinetika dan berjalan serentak seperti yang terlihat pada gambar 1.1 dibawah ini.


1). Absorpsi dan Bioavailabilitas
Kedua istilah tersebut tidak sama artinya. Absorpsi, yang merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses tersebut. Kelengkapan dinyatakan dalam persen dari jumlah obat yang diberikan. Tetapi secara klinik, yang lebih penting ialah bioavailabilitas. Istilah ini menyatakan jumlah obat, dalam persen terhadap dosis, yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif. Ini terjadi karena untuk obat-obat tertentu, tidak semua yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sestemik. Sebagaian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding ususpada pemberian oral dan/atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ-organ tersebut. Metabolisme ini disebut metabolisme atau eliminasi lintas pertama (first pass metabolism or elimination) atau eliminasi prasistemik. Obat demikian mempunyai bioavailabilitas oral yang tidak begitu tinggi meskipun absorpsi oralnya mungkin hampir sempurna. Jadi istilah bioavailabilitas menggambarkan kecepatan dan kelengkapan absorpsi sekaligus metabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik.Eliminasi lintas pertama ini dapat dihindari atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral (misalnya lidokain), sublingual (misalnya nitrogliserin), rektal, atau memberikannya bersama makanan.

2) Distribusi
Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak. Distribusi ini baru mencapai keseimbangan setelah waktu yang lebih lama. Difusi ke ruang interstisial jaringan terjadi karena celah antarsel endotel kapiler mampu melewatkan semua molekul obat bebas, kecuali di otak. Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membran sel dan terdistribusi ke dalam otak, sedangkan obat yang tidak larut dalam lemak akan sulit menembus membran sel sehingga distribusinya terbatas terurama di cairan ekstrasel. Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma, hanya obat bebas yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan. Derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar obat, dan kadar proteinnya sendiri. Pengikatan obat oleh protein akan berkurang pada malnutrisi berat karena adanya defisiensi protein.

3) Biotransformasi / Metabolisme
Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar, artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi, ada obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau tidak toksik. Ada obat yang merupakan calon obat (prodrug) justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini. Metabolit aktif akan mengalami biotransformasi lebih lanjut dan/atau diekskresi sehingga kerjanya berakhir.Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya dalam sel, yakni enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus (yang pada isolasi in vitro membentuk mikrosom), dan enzim non-mikrosom. Kedua macam enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel jaringan lain misalnya ginjal, paru, epitel, saluran cerna, dan plasma.

4) Ekskresi
Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting. Ekskresi disini merupakan resultante dari 3 preoses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal. Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal sehingga dosis perlu diturunkan atau intercal pemberian diperpanjang. Bersihan kreatinin dapat dijadikan patokan dalam menyesuaikan dosisatau interval pemberian obat. Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu, dan rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat. Liur dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat tertentu. Rambut pun dapat digunakan untuk menemukan logam toksik, misalnya arsen, pada kedokteran forensik.

Macam-macam Bentuk Obat dan Tujuan Penggunaannya
 Pulvis (Serbuk)
Merupakan campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian luar.
 Pulveres
Merupakan serbuk yang dibagi dalam bobot yang lebih kurang sama, dibungkus menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum
 Tablet (Compressi)
Merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler kedua permukaan rata atau cembung mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan.
a. Tablet Kempa Æ paling banyak digunakan, ukuran dapat bervariasi, bentuk serta penandaannya tergantung design cetakan
b. Tablet Cetak Æ dibuat dengan memberikan tekanan rendah pada massa lembab dalam lubang cetakan.
c. Tablet Trikurat Æ tablet kempa atau cetak bentuk kecil umumnya silindris. Sudah jarang ditemukan
d. Tablet Hipodermik Æ dibuat dari bahan yang mudah larut ataumelarut sempurna dalam air. Dulu untuk membuat sediaan injeksi hipodermik, sekarang diberikan secara oral.
e. Tablet Sublingual Æ dikehendaki efek cepat (tidak lewat hati). Digunakan dengan meletakkan tablet di bawah lidah.
f. Tablet Bukal Æ digunakan dengan meletakkan di antara pipi dan gusi.
g. Tablet Efervescen Æ tablet larut dalam air. Harus dikemas dalam wadah tertutup rapat atau kemasan tahan lembab. Pada etiket tertulis “tidak untuk langsung ditelan”.
h. Tablet Kunyah Æ cara penggunaannya dikunyah. Meninggalkan sisa rasa enak di rongga mulut, mudah ditelan, tidak meninggalkan rasa pahit, atau tidak enak.
 Pilulae (PIL)
Merupakan bentuk sediaan padat bundar dan kecil mengandung bahan obat dan dimaksudkan untuk pemakaian oral. Saat ini sudah jarang ditemukan karena tergusur tablet dan kapsul. Masih banyak ditemukan pada seduhan jamu.
 Kapsulae (Kapsul)
Merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Keuntungan/tujuan sediaan kapsul yaitu:
- Menutupi bau dan rasa yang tidak enak
- Menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari
- Lebih enak dipandang
- Dapat untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara fisis (income fisis), dengan pemisahan antara lain menggunakan kapsul lain yang lebih kecil kemudian dimasukkan bersama serbuk lain ke dalam kapsul yang lebih besar.
- Mudah ditelan.
 Solutiones (Larutan)
Merupakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaannya, tidak dimasukkan dalam golongan produk lainnya (Ansel). Dapat juga dikatakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang larut, misalnya terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur. Cara penggunaannya yaitu larutan oral (diminum) dan larutan topikal (kulit).
 Suspensi
Merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut terdispersi dalam fase cair. Macam suspensi antara lain: suspensi oral(juga termasuk susu/magma), suspensi topikal (penggunaan pada kulit), suspensi tetes telinga (telinga bagian luar), suspensi optalmik, suspensi sirup kering.
 Emulsi
Merupakan sediaan berupa campuran dari dua fase cairan dalam sistem dispersi, fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya distabilkan oleh zat pengemulsi.
 Galenik
Merupakan sediaan yang dibuat dari bahan baku yang berasal dari hewan atau tumbuhan yang disari.
 Extractum
Merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang ditetapkan.
 Infusa
Merupakan sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 900 C selama 15 menit.
 Immunosera (Imunoserum)
Merupakan sediaan yang mengandung Imunoglobin khas yang diperoleh dari serum hewan dengan pemurnian. Berkhasiat menetralkan toksin kuman (bisa ular) dan mengikat kuman/virus/antigen.
 Unguenta (Salep)
Merupakan sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Dapat juga dikatakan sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok.
 Suppositoria
Merupakan sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra, umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh. Tujuan pengobatan yaitu:
 Penggunaan lokal Æ memudahkan defekasi serta mengobati gatal, iritasi, dan inflamasi karena hemoroid.
 Penggunaan sistemik Æ aminofilin dan teofilin untuk asma, chlorprozamin untuk anti muntah, chloral hydrat untuk sedatif dan hipnotif, aspirin untuk analgenik antipiretik.
 Guttae (Obat Tetes)
Merupakan sediaan cairan berupa larutan, emulsi, atau suspensi, dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes beku yang disebutkan Farmacope Indonesia. Sediaan obat tetes dapat berupa antara lain: Guttae (obat dalam), Guttae Oris (tets mulut), Guttae Auriculares (tetes telinga), Guttae Nasales (tetes hidung), Guttae Ophtalmicae (tetes mata).
 Injectiones (Injeksi)
Merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Tujuannya yaitu kerja obat cepat serta dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat menerima pengobatan melalui mulut.